Jumat, 06 April 2012

Hiroshi Gakuen


                Sekolah. Apa yang pertama kali muncul dipikiran anda ketika mendengar kata ‘sekolah’? Kebanyakan kita berpikir pada murid dan guru, gedung sekolah dan seragam, segala peraturan yang harus di taati, dan apalagi? Pekerjaan rumah? Hukuman? Perkelahian? Atau apa pun lah itu, yang pasti dan sangat penting yaitu pengalaman. Kita mendapatkan pengalaman dari sekolah. Anda pernah dengar kata-kata bijak yang kurang lebih seperti ini, ‘experience is the best teacher’?  Artinya apa? Pengalaman adalah guru yang paling baik. Atau bisa dijelaskan seperti ini, pengalaman yang anda dapat adalah pengajar yang paling baik, pedoman yang bisa anda gunakan untuk memutuskan sesuatu sebelum bertindak, dan mendapatkan pelajaran dari apa yang sudah anda lakukan. Dengan  belajar dari pengalaman, anda bisa mencegah kesalahan yang sudah anda perbuat sebelumnya. Lalu apalagi yang bisa dijelaskan dari kata2 bijak tersebut? Atau anda sudah paham dengan penjelasan singkat itu? Sudahlah, semua orang yang pernah merasakan yang namanya sekolah, pasti mengerti dan tahu apa maksud saya. Toh, tidak perlu penjelasan pun mereka akan paham dengan sendirinya.
Lalu apa hubungannya dengan anak satu ini? Tentu saja berhubungan, karena dia akan berbagi pengalaman tentang masa sekolanya dulu. Oh bukan. Belum bisa dikatakan ‘dulu’, karena itu baru saja terjadi. Setidaknya belum lama ini. Dia adalah orang biasa, sangat biasa. Dengan hidup yang biasa, orang tua biasa, adik kakak biasa, penampilan biasa, semuanya biasa. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari gadis ini, selain otak encernya. Ya, bisa dibilang encer kalau dia sedang berada didalam kelas. Setiap ada pertanyaan dari guru, kelancarannya menjawab pertanyaan seperti air terjun yang mengalir. Anda bisa bayangkan bagaimana ‘kan?   Walaupun begitu, dia sangat tidak beruntung dalam bidang sosialisasi. Bisa dibilang, gadis ini tidak punya teman sama sekali selama masa sekolahnya. Apa yang terjadi ? benarkah dia tidak punya teman?? Bukan berarti dia adalah orang jahat atau orang yang pantas di jauhi sehingga dia tidak punya teman. Hal itu terjadi karena sebaliknya, dia sendiri yang menghindar dari orang lain. Oh, sungguh sulit ditebak kenapa gadis ini melakukan hal tersebut. Bukankah itu akan membuat dia sendiri kesusahan. Bagaimana kalau dia sampai pada waktu ketika dia membutuhkan orang lain? Anda juga pasti tahu, tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Mereka membutuhkan orang lain untuk hidup. Kata ‘hiidup’ sudah mewakili segalanya , bahwa manusia butuh manusia lain. Mungkin si gadis punya alasan kuat kenapa dia melakukan hal tidak masuk akal dan terbilang aneh itu. Nanti akan diceritakan, jadi anda bersabarlah.
==è>>>
Hari biasa, si gadis berjalan terus menuju sekolahnya yang biasa saja. Tunggu, kenapa dari tadi saya memakai kata-kata ‘biasa’?  Apakah anda mau kata-kata yang berbeda dari saya? Nanti, bersabarlah.
Senin yang sibuk, indentik dengan sebutan ‘I hate Monday’ di seluruh negeri. Begitu juga yang dirasakan oleh gadis ini. Hari yang membosankan akan segera ia lewati, berbeda dengan teman-temannya yang lain. Kalau saja ia punya teman, pasti tidak akan semembosankan begini. Diliriknya jam tangan berwarna hitam hadiah dari ayahnya, sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. ‘Masih banyak waktu.’ Pikirnya dalam hati. Sekolahnya menetapkan masuk jam setengah delapan, dan sekarang masih ada waktu setengah jam lagi untuk kakinya berjalan menuju sekolah.
Seragam SMA yang dipakainya bisa digunakan untuk menebak dimana ia bersekolah. Suna Gakuen, itulah nama SMA nya. Sekolah dengan ranking paling bawah ketika penilaian seluruh sekolah di tokyo dilakukan. Alasannya, karena fasilitas yang kurang lengkap. Kalau boleh dibilang, sekolah itu adalah sekolah orang dengan ekonomi yang sangat biasa ( sebutan halus untuk miskin, oopppsss). Orang tuanya tidak bisa membiayainya masuk ke SMA bagus, padahal gadis itu lulus pada ujian masuk SMA terkenal di Tokyo. Bagaimanapun, tidak bisa dipaksakan hal yang diluar kehendak nya. Ia hanya bisa menuruti kata2 orang tua dan menerima nasib. Ia tidak mengeluh, tidak pula kecewa dengan orang tua nya, dalam pikirannya sekarang adalah bagaimana ia bisa memperoleh ijazah Sma dengan nilai yang membanggakan sehingga ia tidak malu memandang wajah lelah orang tuanya itu.
Baru beberapa saat ia memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba seseorang berpakaian hitam serta hiasan dasi hitam datang menghampirinya. Si gadis merasa orang itu tidak mungkin bermaksud untuk menemui dirinya, karena ia sama sekali tidak kenal. Karena itu, dia terus berjalan, menundukkan kepala memberi hormat lalu berjalan terus tanpa mellihat lagi kebelakang.
“ Nona..” panggil orang itu tiba-tiba. Si gadis tersentak kaget, ia pun memandang kebelakang, memastikan kalau bukan dia yang dipanggil.
Orang itu trsenyum kepadanya sambil menundukkan kepala. Salah! Orang itu terlalu hormat kepadanya. Jelas kalau dia lebih tua. Tidak seharusnya orang itu hormat kepadanya.
Si gadis bingung, memandang sekeliling untuk memastikan lagi kalau bukan dia yang di panggil. Tetap saja, tidak salah lagi kalau memang dia yang dipanggil.
“ Nona Denata..” katanya memastikan.
Denata terheran sekali lagi, kenapa dia tahu namanya.
Gadis itu mengangguk.
“ Kakek nona memberikan perintah kepada saya untuk membuatkan surat kepindahan nona dari sekolah ini.” Jelasnya, secara langsung tanpa basa-basi.
“ Kakek? Surat pindah??” tanyanya bingung. Apa maksud orang ini.
“ Sudah saya duga, nona akan bingung. Bagaimana kalau nona ikut dengan saya?” katanyal lagi, langsung.
“ Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Jawab Denata marah, ia merasa orang ini sudah menipunya. Kenapa secara tiba-tiba dia mengajak nya ikut bersamanya, tentu saja orang akan berpikir dia akan melakukan sesuatu yang jahat.
“ Hanami Denata-sama.” Panggil orang itu lagi ketika Denata berusaha menjauh darinya.
Sekali lagi, Denata terkejut dibuatnya. Selama ini dia memakai nama keluarga ibunya , ‘ Namikaze Denata’. Itulah namanya yang biasa. Sedangkan Hanami adalah marga dari ayahnya. Ia tidak tahu pasti kenapa keluarganya memutuskan begitu, tapi yang jelas ayahnya selalu berkata untuk melindungi keselamatannya.
“ D-darimana kau tau?” tanyanya gugup.
“ Karena itulah, saya meminta nona untuk ikut bersama saya. Saya akan menceritakan semuanya.” Jelasnya , dengan wajah misterius. Sebuah mobil sedan dengan gaya klasik datang mendekat pada mereka berdua.
“ Silahkan, denata-sama.” Ucap orang itu sambil membukakan pintu.
Denata yang sangat penasaran mau tidak mau mengikuti ajakan nya. Toh dia ingin tahu tentang kakeknya, karena tadi orang ini mengatakan tentang kakeknya. Selama 17 tahun, tidak satupun kata yang keluar dari ayah Denata tentang kakeknya.
Mobil berjalan lurus perlahan. Bunyi mesinnya terdengar lembut, menandakan mobil dengan kelas yang sangat tinggi. Seumur hidup, baru kali ini gadis itu menaiki mobil sebagus itu. Tidak sabar, ia segera membuka mulut.
“ Lalu apa?” katanya tidak sabar.
Orang itu tersenyum, lalu menjawab. “sebelumnya izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya adalah Sawatari Hongo, orang kepercayaan kakek nona, Hanami Takasugi-sama.” Katanya sambil membungkukkan badan.
“ Kakek? Hanami Takasugi, berarti ayah dari ayah ku?” tanyanya makin heran. Ayahnya tidak pernah menceritakan tentang kakeknya selama ini. 


Bersambung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar